Penulis: Zuhriana K Yusuf, Novianty Djafri
Pendahuluan
Society 5.0 dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi dimana manusia harus bisa menyeimbangkan dan menguasai teknologi kemudian berkolaborasi membangun komunitas yang akan menjadi pendukung ilmu yang kita miliki. Dalam era society 5.0 masyarakat dihadapkan dengan teknologi yang memungkinkan pengaksesan dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik.
Pembelajaran di era society 5.0. dimana era ini kompetensi kecakapan yang dibutuhkan oleh siswa adalah kecakapan yang ada di abad 21 yakni seperti yang dikonsepkan Trilling dan Fadel (2009) bahwa kecakapan abad 21 terdiri tiga jenis kecakapan utama, yaitu: (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) information media and technology skills. Kecakapan abad 21 yang disosialisasikan oleh Dirjen Dikdasmen Kemendikbud (2017) terdiri empat jenis kecakapan, yaitu: (1) keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skill) (2) kecakapan berkomunikasi (Communication Skills), (3) kreativitas dan inovasi (Creativity and Innovation), (4) kolaborasi (Collaboration). Kompetensi kecakapan abad 21 tersebut perlu dibelajarkan kepada peserta didik di sekolah dalam rangka menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan era society 5.0. Pembelajaran kompetensi kecakapan abad 21 dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran berparadigma konstruktif, berpusat pada peserta didik dan berbasis eksperimen, yaitu: inquiry training, inquiry jurisprudensi, group investigation dan project based learning.
PBL merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa dihadapkan dengan masalah-masalah kesehatan yang ada dalam kehidupan nyata, untuk kemudian digunakan sebagai pemicu dalam belajar. PBL dipandang lebih efektif dibanding kurikulum konvensional yang hanya bertumpu pada kuliah dan praktikum semata. Aktifitas belajar dalam PBL ini meliputi kuliah pakar, diskusi dalam kelompok kecil, praktikum di laboratorium, dan praktikum keterampilan klinik. Melalui aktifitas ini diharapkan mahasiswa dapat mencapai prestasi belajar yang memuaskan, mengingat konsep yang diusung oleh sistem ini begitu ideal.
Jika dibandingkan dengan sistem konvensional yang tidak menjalankan tutorial, manfaat tutorial pada Universitas yang menjalankannya sangat jelas. Disini peserta didik tidak hanya pintar dalam teoritis, kemampuan dalam memecahkan masalah dalam suatu kasus sangat baik. Mahasiswa yang mendapatkan tutorial dalam proses perkuliahannya memiliki tingkat kreatifitas dan inovasi yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan selama proses tutorial mahasiswa lebih aktif, bebas bertanya mengenai hal didalam skenarioyang tidak diketahuinya, bebas mengeluarkan pendapat (Brainstroming), dan setelah itu mereka diberikan waktu untuk mencari pemecahan dari masalah yang timbul. Kajian Teori Teori Dasar Problem Base Learning
Pembelajaran Konstruktif
Pembelajaran ini didasarkan pada teori constructivism yang menjelaskan bahwa mahasiswa membangun ilmu pengetahuan yang dipelajarinya untuk mencapai suatu pemahaman. Karakteristik terdapat Interaksi antara seseorang dengan lingkungan akan menghasilkan suatu pemahaman, adanya konflik kognitif akan menstimulus pembelajaran dan suatu pengetahuan dapat terbentuk setelah dilakukan pengujian Menurut Davis & Harden,1999 dan Dolman et.al 2005 pembelajaran konstruktif dalam PBL dapat diwujudkan melalui adanya masalah ,terjadi proses ktivasi prior knowledge dan tersedianya kesempatan untuk mengelaborasi ilmu pengetahuan.
Elaborasi pengetahuan dapat dimungkinkan melalui diskusi, membuat catatan, atau tanya-jawab. Elaborasi ini memungkinkan terjadinya tukar menukar informasi antar mahasiswa yang dengan sendirinya akan mengaktifkan prior knowledge mahasiswa yang berguna untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan suatu proses belajar dimana kontrol proses belajar berada pada diri mahasiswa itu sendiri. Pembelajaran mandiri dalam PBL dapat diwujudkan melalui proses planning,monitoring,evaluating terhadap proses belajar.
Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif merupakan proses belajar yang berlangsung dalam kelompok kecil yang melibatkan 2 orang atau lebih. Pembelajaran kolaboratif dapat diwujudkan melalui terdapatnya tujuan belajar yang sama yang akan memudahkan terjadinya suatu interaksi antar mahasiswa, adanya pembagian tugas dan tanggung jawab sehingga seluruh anggota dapat berkonstribusi secara aktif dan adanya saling ketergantungan yang mutual antar mahasiswa dimana setiap mahasiswa saling membagi informasi dan pemahaman maka akan menimbulkan efek positif pada pembelajaran.
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang sesuai dengan kondisi atau situasi tempat pengetahuan tersebut akan digunakan. Pengetahuan akan mudah di dapat atau dimengerti jika diberikan dalam kondisi dan situasi yang sebenarnya misalnya pembelajaran dengan memberikan kasus-kasus yang mungkin akan mahasiswa hadapi nanti pada saat menjadi dokter.
Peningkatan kualitas suatu variabel tertentu dapat mempengaruhi kualitas variabel lainnya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan mahasiswa. (Schmidt & Gijselaers,1990). Dari model teoritis diatas tampak tutor berpengaruh langsung pada dinamika kelompok yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan mahasiswa.
Kelebihan dan Kekurangan PBL
Pelaksanaan suatu metode pembelajaran tak terkecuali PBL memiliki kelebihan dan kekurangan. ( Davis dan Harden, 1999 ; Wood, 2003). Adapun kelebihan dari metode PBL ini adalah pembelajaran dengan PBL memiliki relevansi yang besar dengan kondisi yang akan dihadapi oleh mahasiswa kelak dimana kurikulum difasilitasi sesuai dengan problem klinis. PBL juga membuat pembelajaran yang lebih efektif dimana metode pembelajaran ini dapat mengidentifikasi konsep dasar ilmu sehingga beban belajar mahasiswa tidak berlebihan. PBL berperan dalam mengasah kemampuan dasar mahasiswa dalam problem-solving, komunikasi dan kerjasama kelompok. Pada pembelajaran PBL mahasiswa lebih bertanggung jawab terhadap cara belajar mereka, yang nantinya diperlukan untuk life-long learning. Model pembelajaran PBL memungkinkan penyajian kurikulum yang terintegrasi bukan berdasarkan disiplin ilmu. Selain itu kekuatan dari PBL yaitu metode ini membuat mahasiswa lebih termotivasi dimana mereka dituntut untuk terlibat aktif dalam proses belajar dan mendorong mahasiswa untuk belajar secara mendalam, selain itu mahasiswa mengaktifkan prior knowledge mereka ketika mempelajari hal baru. Kemudian mahasiswa membangun konsep sendiri yang sesuai dengan pemahaman mereka,yang dengan sendirinya akan megakibatkan retensi yang lama
Selain kekuatan PBL seperti yang dijelaskan diatas,PBL juga memiliki kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Davis dan Harden (1999) yaitu antara lain PBL mengakibatkan mahasiswa kehilangan roles model dari pengajar dimana anusia cenderung untuk mencontoh dari sumbernya ketika belajar. PBL tidak dapat memotivasi pengajar untuk berbagi ilmu dengan mahasiswanya. Kegiatan tutorial membatasi kesempatan pengajar untuk membagi ilmu yang dimiliki, karena mereka hanya sebagai fasilitator. Pada pembelajara PBL mahasiswa melakukan brainstorming secara bebas sehingg memungkinkan ilmu yang didapat melalui PBL tidak terorganisir dengan baik. PBL membutuhkan kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua pengajar, dimana pada PBl pengajar beralih fungsi menjadi fasilitator sementara pengajar cenderung mengajar sesuai dengan cara mereka dulunya diajar.Pada saat memilih untuk mengimplementasi model PBL maka akan dibutuhkan biaya yang besar untuk pemenuhan kebutuhan jumlah pengajar yang besar, ketersediaan sumber belajar, seperti perpustakaan dan teknologi informatika serta ruangan-ruangan untuk diskusi kelas kecil. Selain itu denganPBL mengakibatkan mahasiswa butuh waktu lebih banyak dalam belajar, terutama mereka harus mencari sendiri materi yang harus dipelajari.
Penutup
Dalam dunia pendidikan kedokteran di era 5.0 kurikulum Problem Based Learning (PBL) dipandang lebih efektif dibanding dengan metode konvensional Teacher Center Learning. Tutorial merupakan inti dari PBL yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengembangan pengetahuan yang lebih baik. Kesuksesan tutorial tidak lepas dari peran tutor didalamnya, jika persepsi mahasiswa baik terhadap peran tutor dalam hal ini kinerja tutor dalam memimpin jalannya tutorial diharapkan prestasi belajar mahasiswa akan baik pula
Daftar Pustaka
Harsono (2008), Pengantar Problem base learning, Medika,Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta,ed 2, 1-2
Secondaria V.M.R, G.R.Rahayu, Y.Suhono. Faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa fakultas kedokteran UGM untuk melaksanakan pembelajaran yang konstruktif, mandiri, kolaboratif dan kontekstual dalam problem-based learning. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kedokteran Indonesia. 2009.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning : Suatu model pembelajaran untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2 No 2
Charlin B.(1998), The many faces of problem-based learning: a framework for understanding and comparison, Medical Teacher, 20,pp 323 – 330
De Grave,W.S., Volder, M.L , Gijselaers W.H.,Damoiseaux, W. (1990) Peer teaching and problem-based learning: Tutor Characteristics, tutor functioning, group functioning and mahasiswa achievement, 123-133.
De Grave, W.S., Moust, J., & Hommes, J. (2003) The roles of the tutor in problem based learning curriculum. A series on Problem-Based Medical Education. Universitaire Pers Maastricht. 2003
Dolmans, D.H.J.M., Wolfhagen, I.H.A.P., Van Der Vleuten, C.P.M., & Wijnen, W.H.F.W. (2001) Solving problem with group work in problem-based learning: hold on to the philosophy. Blackwell Publishing Ltd. Medical Education 2001;35:884-889.
Dolmans, D.H.J.M., Ginns P.(2005), A short questionnaire to evaluate the effectiveness of tutors in PBL: validity and reliability., Medical Teacher, 27(6), 534–538
Dolmans, D.H., De Grave, W., Wolfhagen, I.H.,Vleuten , C.P.(2005), Problem- based learning: future challenges for educational practice and research, Med Educ. ,39(7), 732-41.
Jung, B., Tryssenaar, J., & Wilkins, S. (2005) Becoming a tutor: exploring the learning experiences and needs of novice tutors in a PBL programme. Medical Teacher, Vol. 27, No. 7, 2005, 606-612.
Schmidt ,H., Arend ,A.V.D., Kokx I., Boon L.(1995), Peer versus tutor dosening in problem-based learning, Instructional Science 22: 279-285
Melatik dosen klinik sebagai fasilitator klinik.
Roadshow Virtual di FK UNG oleh Ummat Tv dan Akademi Konten
Diikuti oleh seluruh dosen klinik FK UNG sebagai persiapan menuju tahap profesi dokter.
Lecturer: Dr. Shigeru Takaoka (Director of Kyoritsu, Neurology, and Rehabilitation Clinic, Japan) | Opening Speech: dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K), M.Med.Ed. (Dean Faculty of Medicine State University of Gorontalo)